Cerpen saya : PAK SABAR


            Sudah sekitar dua atau tiga hari ini, Pak Sabar tak terlihat datang untuk bersembahyang di masjid Al Faqih yang terletak di Dusun Wonoboyo,Wonogiri. Padahal sebelumnya, ia tergolong warga yang selalu taat Shalat berjamaah lima waktu. Pak Sabar adalah salah satu di antara dua orang yang ditunjuk oleh Pak Haji Masyhur, pengasuh sekaligus Imam shalat wajib yang ada di Dusun Wonoboyo,Wonogiri ini, untuk mengurusi kebersihan dan keindahan masjid. Tiap bulan Pak Haji selalu memberi balas jasa kepada Pak Sabar yang selalu merawat kebersihan dan kenyamanan masjid. Selain itu ada Kang Udin yang juga membantu pak Sabar dalam membersihkan masjid, lelaki yang sudah menginjak kepala tiga dan telah menjadi rekan kerjanya selama tiga tahun terakhir ini.
           
Di lingkungan sekitar selain baik, ramah dan taat salat, Pak Sabar gemar membantu warga dan tetangga yang kesulitan. Itu bisa dipastikan ketika Kang udin rekan kerjanya ini sering membolos Pak Sabar menggantikan tempatnya dengan sepenuh hati. Ikhlas, tanpa Pamrih dan tak pernah terlihat mengumbar keluh maupun kesah. Pak Sabar selain menjadi teladan bagi tetangga dan orang-orang di masjid juga menjadi teladan bagi anak-anaknya. Mereka terlihat kagum dengan keikhlasan Pak Sabar yang sebenarnya tidak mau diberi upah untuk membersihkan masjid. Sebenarnya, Pak Sabar memiliki pekerjaan sebagai tukang sayuran keliling pada pagi hari setelah shalat Shubuh ia sudah berkeliling di sekitar perumahan warga untuk menjajakan sayurannya. Pak Sabar memiliki Istri yang bekerja menjadi pedagang kelontong di rumahnya. Pak sabar juga sudah memiliki dua anak hasil pernikahan dari Istrinya, Semuanya berjenis kelamin laki-laki yang pertama sudah menginjak kelas satu SMP Negeri di Wonogiri dan anak yang kedua  baru menginjak kelas dua di SD negeri di Wonogiri.


Kang Udin lelaki berusia tga puluh tahun ini adalah sahabat dekat Pak Sabar. Walaupun udah mengnjak kepala tiga Udin masih sering dipanggil oleh warga sekitar dengan  panggilan “Kang Udin” karena orangnya tampak masih muda, sering berkelakar dan suka bercanda. Mungkin itu yang menyebabkan tetangga Udin senang bergaul dengannya. Udin sebenarnya pernah bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik garmen di Sukoharjo tapi sudah dua tahun terakhir dia di PHK karena pabriknya terpaksa harus bangkrut akibat krisis ekonomi. Melihat keadaan seperti itu Pak Sabar yang memang tetangga dekat Kang Udin langsung menawari bekerja untuk ikut membersihkan masjid karena Pak Sabar juga membeutuhkan bantuan untuk membersihkan masjid. Kang Udin yang ditawari pekerjaan oleh Pak Sabar pun langsung mengiyakan tawaran tersebut.
           
Semenjak tiga hari yang lalu Pak Sabar mengikuti Pengajian yang diadakan Pak Haji Masyhur sebagai imam besar di masjid Al Faqih, sejak itu Pak Sabar tak pernah hadir di masjid. Persoalan itu jelas membuat Kang Udin kebingungan dan kelimpungan tak alang kepalang, sebab ia yang terbiasa membolos harus membersihkan Halaman masjid, Toilet, Tempat Wudhu dan Taman Masjid seorang diri. Selama hampir 3 hari penuh, siang dan malam, membuat si Udin ingin mencari tau penyebab Pak Sabar tidak pernah ke masjid selama tiga hari terakhir.

“Waduh, kalau begini terus bisa letoy (lemas) aku.”harus saya cari tau peneyebabnya Pak Sabar tidak pernah membersihkan masjid. Boro-boro membersihkan masjid, datang untuk shalat jamaah lima waktu saja tak pernah hadir.cara paling mudah untuk mengetahuinya lebih baik aku ke rumah Pak Sabar”.

            Selang tak berapa lama Kang Udin pun sudah berdiri di depan pintu rumah Pak Sabar dan mengetok pintu rumahnya

“Assalamualaikum, Pak Sabar,”
“Waalaikumsalam, Eh dek Udin masuk aja”
Mboten Sah, mbak.”aku lagi golekki Pak Sabar kok mboten tau nyang mejid (Tidak usah, mbak.” Aku baru cari Pak sabar, kok tidak pernah ke masjid)
ora mudeng kie,Din (tidak tahu tuh,Din). Tadi pas pergi ora ngomong-ngomong (bilang-bilang),” begitu keterangan dari Mbak tun istri dari Pak Sobar, ketika Udin menengok ke rumahnya untuk mencari tahu mengapa Pak Sobar tak lagi datang ke masjid seperti biasanya.
“tapi bapak sehat kan, Mbak?”
“Iya, Bapak Sehat, Din,”
“kalau begitu, nanti tolong sampaikan sama Bapak, agar secepatnya balik ke masjid, soalnya saya sendiri kerepotan untuk bersih-bersih masjid sendirian,” saya harus membersihkan halaman, toilet, tempat wudhu, lantai masjid dan peralatan TPQ untuk anak-anak setiap hari.
“Ya, Din kalo Bapak nanti balik engko tak kandani (nanti saya katakan)
“Ya udah Mbak saya balik dulu ke Masjid ini udah mau luhur saya harus membersihkan Masjid dulu, Assalamualaikum”.
“Waalaikumsallam”

            Ketika di perjalanan dari rumah Pak Sabar ke Masjid. Kang udin pun berpikir. ia sedikit khawatir dengan keadaan Pak Sabar. Tetapi, Ia lebih khawatir dengan dirinya. Apalagi banyak pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum waktu shalat luhur. Bisa-bisa ia Disemprot lagi sama Pak Haji sama pak Haryadi karena belum membersihkan karpet masjid dan tempat Wudhu.

            Seminggu berlalu. Namun tak kunjung ada kabar dari Pak sabar apalagi Pak Sabar tak lagi menampakan batang hidungnya di masjid itu lagi. Pak Sabar tak pernah lagi terlihat menimbrung shalat berjamaah sebagaimana hari-hari biasa. Berkali-kali Kang Udin menengok ke rumah Pak Sabar. Berkali-kali ia pun harus menelan kecewa. Entah kekuatan apa yang dimiliki Pak Sabar. Pak Sabar seolah-olah mengetahui kalau Kang udin akan datang kerumahnya. Ia pun selalu tak pernah berada di rumah ketika Si Udin pergi ke rumahnya. Sementara Mbak Tun selalu menggeleng-geleng lemah ketika ditanya perihal Pak Sabar. Ia tak tahu-menahu keberadaan sang suami yang ketika keluar rumah sering tak pernah berpamitan.
           
“jangan-jangan Pak Sabar sedang sakit,” terka Haryadi, tetangga Kang Udin yang sudah lebih tiga tahun ini ditugasi oleh Pak Haji Masyhur sebagai Muazin di masjid itu.
“jangan-jangan Pak Sabar mempunyai masalah dengan istrinya,” terka Pak Haji
“bisa jadi pak muka istrinya juga lemes kok pak tapi saya juga Cuma nerka” kata Udin
“Din, mungkin Pak Sabar pernah silang pendapat sama kamu ?”
“kalau tengkar tidak pernah pak, tapi kalau absen Piket di masjid mungkin iya.”
“kalau kamu bukan hanya absen piket tapi kalau bolos baru bener”
“La, perilaku seperti itu harusnya segera ditinggalkan mungkin Pak Sabar mau memberi pelajaran sama kamu din.” Kata Pak Haji tersenyum bijak.

Semua terdiam saling menatap raut keduanya seperti menyetujui pernyataan Pak Haji. Lalu Pak Haji mempunyai usul kepada para pengurus masjid
“apakah punya masalah keuangan yang tidak dapat di pecahkan? Terka Pak Haryadi
“tapi menurut keterangan Mbak Tun, Pak Sabar apik-apik wae, kok (baik-baik saja),” Pak Haji.”
“begini saja bagaimana kalau saya nanti sore ke rumah Pak Sabar, saya jenguk Pak Sabar bersama sama,”Jika ada kesulitan kita sebagai saudara sesama muslim wajib hukumnya untuk membantu.
“Tapi pak bukannya lebih baik menjenguk ke Pak Sabar bersama-sama?,” mudah-mudahan kalau bersama Pak Haji, Pak Sabar mau menemui.
“Oh, ya lebih kita ke sana bersama-sama setelah shalat Asar berjamaah”

           
            Waktu Asar telah tiba. Pak Haryadi sebagai Muazin mengumandangkan suara azan . Berbondong-bondong para jamaah masjid Al Faqih melaksanakan salat Asar berjamaah dengan Imam Pak Haji Masyhur. Pak Haji Masyhur ini sebenarnya alumnus pondok pesantren Tebu Ireng,Jombang. Dia Sebenarnya bukan asli Wonogiri, tetapi ia berjuang untuk menegakkan ajaran Islam di Wonogiri.

Setelah salat Asar berjamaah selesai, rombongan Pak Haji Masyhur langsung berangkat ke rumahnya Pak Sabar untuk melihat keadaan Pak Sabar. Ketika Bertemu dengan Pak Haji. Pak Sabar hanya dapat terdiam dan langsung menundukan wajahnya dalam-dalam ketika ditanya langsung oleh Pak Haji Masyhur tentang alasan Pak Sabar tak lagi menyambangi masjid selama Seminggu terakhir ini.
           
 “Pak Sabar kalau bapak punya masalah bapak bilang saja kepada kami, kami pasti akan ikut membantu memecahkan masalahnya pak,”
“Iya, betul kata Pak Haji, kami pasti dengan senang hati akan membantu kesulitan Pak Sabar,” Kata Pak Haryadi
“betul Pak, Masjid jadi terasa kurang lengkap kalau tidak ada Pak Sabar disana” Kata Udin

            Tetapi pak Sabar tersenyum kecut sambil menundukan wajah. Dia masih terdiam dan membisu dia hanya memberikan respon dengan menggeleng lemah. Beberapa menit kemudian, akhirnya Pak Sabar mengangkat wajahnya. Betapa semua langsung dibuat terperangah dan kaget melihat wajah Pak Sabar yang seperti Awan mendung di siang bolong, sementara kedua matanya yang lemah depenuhi butiran kaca embun yang bersiap tumpah-ruah menggenangi sepasang pipi tirus keriputnya.

“Pak Haji bolehkah saya bertanya?”
“Boleh, apa ingin kau tanyakan Pak Sabar?”
“Buat apa saya pergi ke masjid lagi, kalo saya ditakdirkan ke dalam garis kemiskinan. Toh, Pahala bersih-bersih masjid saya tidak akan pernah menandingi pahala mereka yang ditakdirkan menjadi kaya-raya, yang dapat memberikan uang dan hartanya untuk bersedekah di jalan Allah, mana pak keadilan yang Pak Haji katakan itu?”

Pak Sabar bergetar, tampak emosi yang selama ini hanya terpendam beku dalam dada keluar begitu saja. Kata-kata Pak Sabar tadi membuat Pak Haji Masyhur, Haryadi, dan Kang Udin terhenyak ketika mendengarnya. Kang udin bahkan sampai hanya bisa terbengong-bengong melihat Pak Sabar yang terkenal akan sabar seperti namanya dan Ramah bahkan hampir tak pernah marah. Tapi, entah kenapa hari ini ia mendadak tak bisa mengusasai emosi yang membuncah di dadanya.

“Tunggu sebentar pak , apa yang bapak maksudkan tadi? “Allah itu sangat adil terhadap semua makhluk ciptaannya pak,”kenapa bapak punya pemikiran seperti itu?.” Itu tidak baik Pak. Karena Pak Sabar telah berprasangka Buruk kepada Allah yang maha adil.

            Pak Haji Masyhur mencoba meluruskan apa pemahaman Pak Sabar yang melenceng dan bisa menjerumuskan pada perilaku yang buruk. Pak Haji Masyhur pun masih berpikir dari mana Pak Sabar mempunyai pemikiran seperti itu.

“Ya Pak haji….pertamanya saya mempunyai pemikiran yang sama seperti bapak. Tetapi sejak seminggu yang lalu saya mulai ragu dengan keadilan Allah. Rasanya sia-sia saja saya pergi ke masjid setiap hari bahkan saya ikut membersihkan masjid,” kalo pada akhirnya pahala yang saya dapatkan tak dapat menandingi mereka yang memiliki banyak harta dan setiap hari bahkan setiap saat dapat bersedekah dengan hartanya. “Bukankah Pak Haji sendiri yang bilang bahwa sedekah dengan harta yang kita miliki itu pahalanya sangat besar bahkan berlipat ganda?”Sementara saya dari dulu sudah hidup melarat. Bagaimana saya bisa bersedekah jika saya tidak punya Harta Pak haji?”

            Mata Pak Sabar tampak sangat penuh dengan kilat walau sebenarnya Pak Sabar tak berani memandang Pak Haji. Sejenak Pak Haji terdiam dan mengerutkan dahinya, berselang menit. Kedua Sudut bibir Pak Haji menarik senyum tipis. Rupanya ia teringat ketika memberikan ceramah pengajian kepada para jamaah di serambi masjid seminggu yang lalu. Ia memang pernah mengupas tentang besarnya amalan orang yang mau bersedekah di jalan Allah. Pak Haji berpikir mungkin Pak Sabar telah salah tafsir dengan keterangan yang diutarakan Pak Haji.

            “Pak Sabar, begini memang benar pahala yang bersedekah dengan menggunakan harta itu sangatlah besar, bahakan berlipat-lipat ganda, dan bisa mengantarkan mereka yang bersedekah untuk pergi menuju pintu Surga. Tetapi sebenarnya, setiap orang itu mempunyai kesempatan yang sama untuk menuju ke Surga. Selain itu setiap orang itu bisa bersedekah, walaupun ia tak memiliki apa-apa,”
            Pak Sabar tampak terlihat mengernyitkan dahi. Bagaimana bisa orang yang tidak memiliki Uang maupun harta dapat bersedekah. Bersedekah menggunakan apa? Itulah pertanyaan yang mucul di hati Pak Sabar berkali-kali. Selain itu muncul sebuncah harapan bahwa ia masih dapat bersedekah selain menggunakan Harta dan Uang.

“Benarkah Pak Haji bagaimana caranya?”
“memang ada dan amalan tak kalah sama dnegan orang yang memepunyai harta”
“apakah itu pak Haji?”
           

           
Pak Haji terlihat melanjutkan penjelasannya
            “Begini pak Sedekah itu tidak hanya menggunakan harta benda dan Uang saja, Kata Rasulullah shallallhu alaihi wassalam, setiap ruas yang ada di tubuh kita itu ada sedekahnya masing-masing. Seperti tersenyum dan bersikap baik kepada tetangga, berzikir, mengucapkan Salam, kata-kata kebaikan, menyingkirkan kotoran yang terdapat di masjid atau dijalan itu juga termasuk sedekah Pak Sabar,” bahkan membersihkan masjid itu pahalanya sebanding dengan sedekah menggunakan harta.

            Haryadi,Kang Udin dan Pak Sabar terlihat manggut-manggut mendengar uraian panjang dari pak haji Masyhur. Pak Sabar tampak terlihat tidak terlalu sedih setelah mendengar penjelasan Pak Haji tadi. Ia mulai menyadari kekurangana

            “Jadi sama sekali tak benar kalau Pak Sabar kemudian langsung mengartikan bahwa hanya orang kaya-raya saja yang bisa bersedekah dan masuk ke surga. Apalagi berprasangka bahwa Allah itu tidak adil kepada umatnya,” Lanjut Pak Haji Masyhur.

            Entah mengapa, relung hati Kang udin seperti terhantam sebuah benda yang sangat keras. Ia merasa bersalah karena selama ini ia sering meninggalkan dan absen membersihkan Masjid, malah beberapa kali ia terlihat kabur dari amanah yang telah diberikan Pak Haji Masyhur kepadanya dan sering kali ia mengeluh Karena beratnya tugas yang harus ditanggung Kang Udin. Ia lalu membenarkan posisi duduknya yang mendadak sepertinya tidak nyaman sebelum akhirnya menarik nafas dalam-dalam dan berkata.

“Pak Sabar, Sa..ya minta maaf ya pak, saya akui saya selama ini sering meninggalkan tugas piket saya,”
“tidak apa-apa Dek Udin, Bapak juga minta maaf sudah lebih dari seminggu ini melimpahkan semua tanggung jawab saya kepada Dek Udin”
“Saya Juga loh pak saya juga minta maaf”kata udin lagi
“Iya, sudah saya maafkan kok.”

            Pak Sabar dan Kang Udin terlihat tersenyum mendengar penuturan dari kedua mulut mereka. Mereka sadar bahwa orang-orang seperti mereka inilah yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat. Bekerja tanpa Pamrih dan Ikhlas karena mengharap pahala Allah semata. Pak haji Masyhur yang melihat mereka berdua mengulum senyum sembari mengucap kalimat hamdalah berkali-kali begitu mendengar ucapan Kang Udin yang meminta maaf dengan tulus yang ditunjukan kepada Pak Sabar. Pak Sabar juga merasa senang dengan penuturan dari Kang Udin dan Pak Haji yang membuat hatinya kembali gembira setelah selama seminggu terakhir timbul rasa yang membeku di dalam dada. Sementara Pak Haryadi terlihat hanya dapat bengong sambil melihat persitiwa yang sedikit lucu tetapi juga mengharukan itu.

“Nah, bagaimana Pak Sabar dan Kang Udin siap untuk nanti malam Shalat Magrib berjamaah.
“Siap Pak Haji, saya pasti datang nanti untuk shalat Magrib berjamaah.”
“Bagaimana Pak Sabar nanti bisa kan shalat berjamaah di masjid”
“Ia pak saya Insya Allah bisa datang saat shalat berjamaah ke masjid”
“kalau begitu saya sama Pak Haryadi dan Kang Udin pamit pulang dulu”
“Assalamualaikum”
“Waalaikumsallam”

Lalu Pak Haji Masyhur,Pak Haryadi dan Kang Udin lalu balik ke rumah masing-masing untuk segera bersiap-siap shalat magrib bersama. Ketika Matahari sudah tenggelam di barat. Maka Azan pun berkumandang dari Masjid. Pak Sabar bergegas menuju ke masjid dengan semangat baru dan wajah yang bahagia. Selain Kang Udin merasa sangat senang melihat teman seperjuangan telah kembali ke Masjid dengan penuh semangat. Setelah selesai salat magrib berjamaah Pak Sabar banyak dan memohon ampuna kepada Allah atas kesalahan yang telah dibuatnya karena berprasangka buruk terhadap Allah dan salah menafsirkan arti keadilan Allah terhadapa hamba-hambanya. Ia Menyadari bahwa tiada kekuatan yang paling besar dan paling adil kecuali milik Allah. Kang Udin juga menyadari kelemahan dan kesalahannya selama ini. Ia sering tidak adil terhadapa Pak Sabar karena sering meninggalkan Piket untuk membersihkan Masjid.

Keesokan harinya, Tepat pada hari Jumat terjadilah peristiwa tak terduga yaitu meletusnya Gunung Kelud. Masjid Al Faqih dan daerah di dusun Wonoboyo dan sekitarnya terkena dampak dari meletusnya Gunung Kelud. akibatnya di hari itu masjid Al Faqih tertutup oleh debu vulkanik. Dari Pagar, Taman, Halaman, bahkan Serambi masjid tertutup oleh tebalnya debu  vulkanik.

Ketika sudah masuk waktu subuh. Kang Udin yang berada di rumahnya merasa bersyukur. Bukan karena bencana hujan abu ini. Tetapi, karena Pak Sabar sudah dapat ikut aktif dalam kegiatan di masjid sehingga Kang Udin merasa bebannya dapat diselesaikan bersama Pak Sabar. Ini semua berkat pertolongan Allah karena telah membuka hati Pak Sabar. Kang Udin berangkat ke masjid dengan menggunakan masker dan kacamata untuk melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Disana pun sudah hadir Pak Haji Masyhur dan Pak Haryadi. Seperti biasa Pak Haji Masyhur sebagai Imam salat subuh dan Pak Haryadi sebagai Muazin yang mengkumandangkan azan dan iqamah. Sesudah selesai salat subuh di masjid Kang Udin mendapat pertanyaan dari Pak Haji dan Pak Haryadi.

“Din, kenapa Pak Sabar tidak ke masjid?”
“apa karena masih tidur pak?? Terka Pak Haryadi
“Ah masa Pak Har, mungkin cuma karena Debu pak jadi takut kena Flu”
“Din nanti kamu koordinir warga sekitar untuk membersihkan masjid dan lingkungan sekitarnya. Apalagi hari ini ada salat Jumat. Jadi masjid haruslah bersih dan nyaman bagi jamaah agar mereka semakin khusyuk melaksanakan salat Jumat berjamaah
“sekitar jam berapa Pak kerja baktinya?”
“lebih baik jika dilakukan lebih pagi saja.”Apa sekarang aja Din?”
“Wah, kalau begitu saya tidak bisa membersihkan rumah saya dong pak?”
“Ya, kalau begitu nanti kerja bakti diadakan jam delapan pagi.”Saya khawatir kalau nanti membersihkannya tergesa-gesa kalau terlalu mepet dengan jam salat Jumat. .”oh ya jangan lupa ingatkan Pak Sabar untuk ikut membersihkan Masjid.
“Siap pak, Kalau pak Sabar pasti saya kabari pak”
“Oke, Din Bapak mau pulang untuk ganti baju dulu. Apa ya masih pakai baju koko untuk kerja bakti”
“ya pak”

Setelah Pak Haji dan Pak Haryadi pulang. Kang Udin pun langsung ke gudang untuk menyiapkan peralatan untuk membersihkan masjid. Kang Udin pun langsung pergi ke rumah Pak Sabar untuk mengabarkan kalau akan ada kerja bakti di masjid.
“Pak Sabar, nanti ke masjid ya”
“oh iya Din, tadi saya tidak ke masjid karena tadi banyak debu. Sebenarnya Istri saya yang khawatir kalau nanti saya terkena Flu”
“tidak apa-apa pak saya aja tadi sebenarnya sungkan datang ke masjid kalau tidak ada azan di masjid”
“Eh, nanti jam berapa kerja baktinya?”
“sekitar 08.00 pak”
 “Oke saya akan datang lebih awal.
Hari itu Pak Sabar sudah tampak gembira dan semangat pada pagi itu. Ia lalu langsung menyiapkan berbagai alat seperti sekop dan sapu lidi untuk ikut bepartisipasi dalam membersihkan masjid. Walau waktu belum menunjukan jam delapan. Pak Sabar sudah tampak membersihkan pekarangan masjid. Lalu beberapa menit kemudian Kang Udin pun sudah sampai di masjid dan di dalam hati Udin tampak sangat senang dan gembira karena Pak Sabar sudah ikut membersihkan masjid.

“wah Pak Sabar datang lebih pagi nih berarti udah siap dong pak bersih-bersihnya”
“Iya Din, kalau saya tidak siap mengapa saya sudah membersihkan pekarangan masjid?”
“Benar juga, mari pak kita membersihkan pekarangan sama serambi masjid yang kotor”
“betul lebih baik kalau kita segera bekerja karena sepertinya sudah waktunya”

Pada saat itu para warga pun satu-persatu berdatangan ke masjid untuk membersihkan masjid. Ada yang membersihkan pekarnagan seperti yang dilakukan Pak Sabar dan Udin. Ada yang menyiram tanaman di taman masjid agar tak tertutup debu. Para ibu-ibu pun memberssihkan sebagian karpet yang terkena debu vulkanik sedangkan yang lainnya memilih menyapu masjid dan mengepel masjid. Ternyata kegiatan yang dilakukan kerja bakti di masjid menedorong masyarakat lain untuk ikut membersihkan rumah-rumah dan jalanan di sekitar rumahnya dan di masjid.

Sedangkan Pak Haji dan Pak Haryadi yang sudah datang ke masjid pun langsung ikut bergabung bersama warga lain untuk membersihkan masjid. Pak Haji Masyhur pun mengembangkan senyumnya dan seraya tak henti-hentinya mengucapkan hamdalah melihat pemandangan di halaman masjid dan sekitarnya. Warga-warga di dusun Wonoboyo  terlihat melakukan kerja bakti bersama-sama di jalanan, di masjid dan rumah mereka masing-masing. Mereka tampak saling rukun satu sama lain dan saling bahu membahu untuk membersihkan tempat-tempat yang kotor dipenuhi oleh debu vulkanik.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Al Idrisi : Pembuat Globe Pertama

Shingeki no Kyojin Ost : Hiroyuki Sawano - Call your Name : Lyric English + Indonesian Translation

Mengembalikan Pengaturan Microsoft Office Word ke semula (Default)